Jumat, 30 Maret 2012


Pendahuluan

Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata ”Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Akuntansi syariah merupakan bidang baru dalam kajian akuntansi yang memiliki karakteristik unik berbeda dengan akuntansi konvensional, karena mengandung nilai-nilai kebenaran berlandaskan syariat Islam. Perolehan pengetahuan akuntansi syariah sebagai bagian dari ilmu akuntansi digali menggunakan pendekatan epistimologi Islam.
Akuntansi syariah yang pertama kali diterapkan di Indonesia adalah akuntansi perbankan syariah. Standar akuntansi perbankan syariah dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 2002 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam dua buku.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
  
KOMPARASI AKUNTANSI SYARIAH DAN AKUNTANSI KONVENSIONAL

1.        Sekilas Tentang  Akuntansi Konvensional
Akuntansi merupakan alat komunikasi bisnis yang dapat memberikan informasi tentang kondisi keuangan (ekonomi) berupa posisi keuangan yang tertuang dalam jumlah kelayaan, utang dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau periode tertentu.
Akuntansi dapat kita analisa dari akronim A K U N T A N S I berikut ini:

A
Angka
K
Keputusan
U
Uang
N
Nilai
T
Tjatatan/ Transaksi
A
Analisa
N
Netral
S
Seni
I
Informasi

Dari akronim di atas dapat digambarkan bahwa, akuntansi adalah menyangkut angka-angka yang akan dijadikan dasar dalam proses pengambilan keputusan, angka itu menyangkut uang atau nilai moneter yang menggambarkan catatan dari transaksi perusahaan. Angka itu dapat dianalisa lebih lanjut, ia bersifat netral kepada semua pemakai laporan ada unsur seninya karena berbagai alternatif yang dipilih serta ia merupakan informasi yang sangat diperlukan para pemakai untuk pengambilan keputusan.
Definisi lain dapat juga dipakai untuk memahami lebih dalam pengertian akuntansi ini. Dalam buku A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT), Akuntansi diartikan sebagai berikut:
“Proses mengidentifikasikan, mengukur dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya.”

Komite istilah American Institute of Certified Public Accounting (AICPA) mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:
“Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya.

Accounting Principle Board (APB) Statement No.4 mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:
“Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitaif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keutusan ekonomi sebagai dasar memilih di antara beberapa alternative.”[1]

2.        Sekilas Tentang Akuntansi Syari’ah
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba.[2]
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184
yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Perhatikanlah tujuan ayat! Yaitu kepada sekalian orang yang beriman kepada Allah supaya utang piutang itu ditulis, itulah dia yang berbuat sesuatu pekerjaan karena Allah, karena perintah Allah dilaksanakan. Sebab itu,tidaklah layak berbaik hati kepada kedua belah pihak lalu berkata tidak perlu dituliskan karena kita sudah percaya mempercayai. Padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah. Si anu mati dalam berutang, tempat berutang managih pada warisnya yang tinggal. Si waris bisa mengingkari utang itu karena tidak ada surat perjanjian.[3]
Tatanan sosial, ekonomi, dan bisnis yang membentuk PSAK No. 59 belum berasal dari tatanan sosial, ekonomi dan bisnis yang Islami tetapi hasil ‘cangkokan’ kedalam akuntansi konvensional. Hal ini mengakibatkan dualisme. Dualisme ini terjadi karena kerangka konsep dalam penyusunan PSAK filosofinya bukan merupakan conceptual framework yang sebenarnya bahkan masih mengaju pada sistem konvensional.[4]

3.        Dasar Hukum Akuntansi Syari’ah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari
a.       Al Quran
b.      Sunah Nabawiyyah
c.       Ijma (kesepakatan para ulama)
d.      Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu)
e.       Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.


4.        Dasar Hukum Akuntansi Konvensional bersumber dari:
a.   Sistem Ekonomi Kapitalisme,
b.     Sistem Ekonomi Sosialisme,
c.   Sistem Ekonomi Komunisme,
d.     Sistem Ekonomi Fasisme.

5.        Persamaan Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
a.  Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
b.  Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
c.  Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
d.  Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
e.  Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
f.   Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
g.  Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

6.        Perbandingan Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
a.    Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas. Praktik akuntansi syariah yang pertama kali diterapkan di Indonesia adalah akuntansi perbankan syariah[5].
b.    Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
c.    Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai.
d.    Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin.
e.    Konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.[6]
f.       Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
  1. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.

7.      Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam
a.         Pada zaman Rasulullah SAW cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000);
b.         Pemerintahan Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri(Hawary, 1988);
c.         Perkembangan pemerintahan Islam hingga Timur Tengah, Afrika, dan Asia di zaman Umar bin Khatab, telah meningkatkan penerimaan dan pengeluaran negara;
d.         Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaaan dan pengeluaran negara;
e.         Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang bernama Diwan (dawwana = tulisan);
f.          Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Umar bin Abdul Aziz (681-720M) dengan kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951);
g.         Al Waleed bin Abdul Malik (705-715M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasheen, 1973);
h.         Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah;
i.           Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti Akuntansi peternakan, Akuntansi pertanian, Akuntansi perbendaharaan, Akuntansi konstruksi, Akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku / auditing (Al-Kalkashandy, 1913);
j.           Sistem pembukuan menggunakan model buku besar, meliputi :
a.    Jaridah Al-Kharaj (menyerupai receivabale subsidiary ledger), menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta utang hewan ternak dan cicilan. Utang individu dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain (Lasheen, 1973);
b.    Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran);
c.    Jaridah Al Mal (Jurnal Dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat;
d.    Jaridah Al Musadareen, mencatat penerimaan denda / sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi.
k.    Laporan Akuntansi yang berupa :
a.        Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981).
b.        Al Khitmah Al Jame’ah, laporan keuangan komprehensif gabungan antara income statement dan balance sheet (pendapatan, pengeluaran, surplus / defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap), dilaporkan pada akhir tahun.
l.      Dalam perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan pada laporan keuangan dalam 3(tiga) kategori yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts (Al-Khawarizmi, 1984).
















Kesimpulan
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba Akuntansi konvensional lahir dalam lingkup kapitalis sehingga dasar yang digunakan adalah semata-mata rasio tanpa mempertimbangkan sisi teologis. Sesuai dengan perkembangannya ternyata hal ini tidak sejalan karena tidak mampu menjawab kebutuhan moral yang dewasa ini sangat dibutuhkan. Penyajian laporan keuangan misalnya, dibuat sedemikian rupa agar mencerminkan kebutuhan dan kepentingan stockholder. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Karl Max bahwa akuntansi kapitalis hanya merupakan legalisasi kaum kapitalis untuk tetap eksis.
Dalam perkembangannya akuntansi konvensional mendapat tantangan serius dari akuntansi islam. Praktik akuntansi sudah sangat lama ada di kalangan bangsa Arab kuno. Pada jaman Rasulullah saw berdasarkan firman Alloh SWT, Rasulullah berusaha untuk membersihkan praktik keuangan yang bebas dari unsur riba, monopoli, perjudian, pemerasan, dan segala praktik yang hanya menguntungkan satu pihak.
Akuntansi merupakan bagian dari ajaran Islam, penambahan kata islam dalam ilmu akuntansi bukan karena saat ini label islam sedang laris manis “dijual”. Namun, kata islam menegaskan pada masyarakat sekuler bahwa ilmu akuntansi islam dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip ketauhidan. Eksistensi akuntansi islam menegaskan betapa kaya universalitas islam. Islam tidak hanya agama yang mengatur hubungan individu dengan Alloh SWT, akan tetapi menjelaskan dan memberi penerangan bagaimana seharusnya manusia menjalani hidupnya di dunia.



Referensi.
-           Akuntansi Syari’ah : Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Salemba Empat. Jakarta.
-          Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992
-          Triyuwono, Iwan dan Moh. As’udi. 2001. Akuntansi Syari’ah : Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Salemba Empat. Jakarta
-          Departemen Agama Republik Indonesia. 1989.
-          Al Qur’an dan Terjemahannya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an. Jakarta.
-          Harahap Sofyan Syafri, 2001. Teori Akuntansi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
-          M. Luthfi Hamidi, 2003, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah,  Jakarta: Senayan Abadi Publishing.


1 M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, 2003, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, hlm 221-225
[2] Dapat dilihat dalam Al-Qur’an surat A-Baqarah :282
[3] Sofyan Syafri Harahap, 2001. Teori Akuntansi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm 3

[4] Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.hal 45
[5] Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992

[6] Triyuwono, Iwan dan Moh. As’udi. 2001. Akuntansi Syari’ah : Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Salemba Empat. Jakarta