Pendahuluan
Akuntansi dikenal
sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang
diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”,
disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang
Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de
Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double
Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata ”Akuntansi
Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin berpikir bahwa hal itu
sangat mengada-ada.
Akuntansi syariah
merupakan bidang baru dalam kajian akuntansi yang memiliki karakteristik unik
berbeda dengan akuntansi konvensional, karena mengandung nilai-nilai kebenaran
berlandaskan syariat Islam. Perolehan pengetahuan akuntansi syariah sebagai
bagian dari ilmu akuntansi digali menggunakan pendekatan epistimologi Islam.
Akuntansi syariah yang
pertama kali diterapkan di Indonesia
adalah akuntansi perbankan syariah. Standar akuntansi perbankan syariah
dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 2002 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam dua buku.
Dari sisi ilmu
pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data
menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti
aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Kaidah Akuntansi dalam konsep
Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku
dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi
pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Namun apabila kita
pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di
Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah
Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin
terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan
(syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan
harta (hijr), dan anggaran negara.
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah,
bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran
telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca
Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
KOMPARASI
AKUNTANSI SYARIAH DAN AKUNTANSI KONVENSIONAL
1.
Sekilas Tentang
Akuntansi Konvensional
Akuntansi
merupakan alat komunikasi bisnis yang dapat memberikan informasi tentang
kondisi keuangan (ekonomi) berupa posisi keuangan yang tertuang dalam jumlah
kelayaan, utang dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau
periode tertentu.
Akuntansi
dapat kita analisa dari akronim A K U N T A N S I berikut ini:
A
|
Angka
|
K
|
Keputusan
|
U
|
Uang
|
N
|
Nilai
|
T
|
Tjatatan/ Transaksi
|
A
|
Analisa
|
N
|
Netral
|
S
|
Seni
|
I
|
Informasi
|
Dari
akronim di atas dapat digambarkan bahwa, akuntansi adalah menyangkut
angka-angka yang akan dijadikan dasar dalam proses pengambilan keputusan, angka
itu menyangkut uang atau nilai moneter yang menggambarkan catatan dari
transaksi perusahaan. Angka itu dapat dianalisa lebih lanjut, ia bersifat
netral kepada semua pemakai laporan ada unsur seninya karena berbagai
alternatif yang dipilih serta ia merupakan informasi yang sangat diperlukan
para pemakai untuk pengambilan keputusan.
Definisi
lain dapat juga dipakai untuk memahami lebih dalam pengertian akuntansi ini.
Dalam buku A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT), Akuntansi diartikan
sebagai berikut:
“Proses mengidentifikasikan, mengukur dan menyampaikan
informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai
alternatif dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya.”
Komite
istilah American Institute of Certified Public Accounting (AICPA)
mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:
“Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan
pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan
kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan
hasil-hasilnya.”
Accounting Principle Board (APB) Statement No.4
mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:
“Akuntansi adalah suatu kegiatan
jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitaif, umumnya dalam ukuran
uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
pengambilan keutusan ekonomi sebagai dasar memilih di antara beberapa
alternative.”[1]
2.
Sekilas
Tentang Akuntansi Syari’ah
Dari sisi ilmu
pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti
dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai
transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos
keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba.[2]
Dalam Al Quran
disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan
dikurangi, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah
Asy-Syu’ara ayat 181-184
yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah
kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Perhatikanlah tujuan ayat! Yaitu kepada sekalian
orang yang beriman kepada Allah supaya utang piutang itu ditulis, itulah dia
yang berbuat sesuatu pekerjaan karena Allah, karena perintah Allah
dilaksanakan. Sebab itu,tidaklah layak berbaik hati kepada kedua belah pihak
lalu berkata tidak perlu dituliskan karena kita sudah percaya mempercayai.
Padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah. Si anu mati dalam
berutang, tempat berutang managih pada warisnya yang tinggal. Si waris bisa
mengingkari utang itu karena tidak ada surat perjanjian.[3]
Tatanan sosial,
ekonomi, dan bisnis yang membentuk PSAK No. 59 belum berasal dari tatanan
sosial, ekonomi dan bisnis yang Islami tetapi hasil ‘cangkokan’ kedalam
akuntansi konvensional. Hal ini mengakibatkan dualisme. Dualisme ini terjadi
karena kerangka konsep dalam penyusunan PSAK filosofinya bukan merupakan conceptual
framework yang sebenarnya bahkan masih mengaju pada sistem konvensional.[4]
3.
Dasar Hukum
Akuntansi Syari’ah
Dasar hukum dalam
Akuntansi Syariah bersumber dari
a.
Al Quran
b.
Sunah Nabawiyyah
c.
Ijma (kesepakatan para ulama)
d.
Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu)
e.
Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan
Syariah Islam.
Kaidah-kaidah
Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah
Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan
norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi
sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
4.
Dasar Hukum
Akuntansi Konvensional bersumber dari:
a. Sistem Ekonomi Kapitalisme,
b.
Sistem Ekonomi Sosialisme,
c. Sistem Ekonomi Komunisme,
d.
Sistem Ekonomi Fasisme.
5.
Persamaan
Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan
Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
a. Prinsip
pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
b. Prinsip
penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan
keuangan;
c. Prinsip
pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
d. Prinsip
kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
e. Prinsip
perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost
(biaya);
f. Prinsip
kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
g. Prinsip
keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
6.
Perbandingan Akuntansi Syari’ah dengan
Akuntansi Konvensional
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah,
dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada
hal-hal sebagai berikut:
a. Para ahli akuntansi modern berbeda
pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok,
dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum
ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan
nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi
kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang
kontinuitas. Praktik akuntansi syariah yang pertama kali diterapkan di
Indonesia adalah akuntansi perbankan syariah[5].
b. Modal dalam konsep akuntansi konvensional
terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang
beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok
dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock),
selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
c.
Dalam konsep
Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya,
bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk
pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai.
d.
Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan
ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta
mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin.
e.
Konsep
Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga
dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk
kemungkinan bahaya dan resiko.[6]
f.
Konsep konvensional menerapkan prinsip
laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang
dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari
aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang
berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang
haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat
yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
7.
Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam
a.
Pada
zaman Rasulullah SAW cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi pemerintahan
untuk mencapai tujuannya dan penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000);
b.
Pemerintahan
Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan
tugas tersendiri(Hawary, 1988);
c.
Perkembangan
pemerintahan Islam hingga Timur Tengah, Afrika, dan Asia di zaman Umar bin
Khatab, telah meningkatkan penerimaan dan pengeluaran negara;
d.
Para
sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaaan
dan pengeluaran negara;
e.
Umar
bin Khatab mendirikan lembaga yang bernama Diwan (dawwana = tulisan);
f.
Reliabilitas
laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Umar bin Abdul Aziz (681-720M)
dengan kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951);
g.
Al
Waleed bin Abdul Malik (705-715M) mengenalkan catatan dan register yang
terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasheen, 1973);
h.
Evolusi
perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa
Daulah Abbasiah;
i.
Akuntansi
diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti Akuntansi peternakan,
Akuntansi pertanian, Akuntansi perbendaharaan, Akuntansi konstruksi, Akuntansi
mata uang, dan pemeriksaan buku / auditing (Al-Kalkashandy, 1913);
j.
Sistem
pembukuan menggunakan model buku besar, meliputi :
a.
Jaridah
Al-Kharaj (menyerupai receivabale
subsidiary ledger), menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil
pertanian, serta utang hewan ternak dan cicilan. Utang individu dicatat di satu
kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain (Lasheen, 1973);
b.
Jaridah
Annafakat (Jurnal Pengeluaran);
c.
Jaridah
Al Mal (Jurnal Dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat;
d.
Jaridah
Al Musadareen, mencatat penerimaan denda / sita dari individu yang tidak sesuai
syariah, termasuk korupsi.
k.
Laporan
Akuntansi yang berupa :
a.
Al-Khitmah,
menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin
Jafar, 1981).
b.
Al
Khitmah Al Jame’ah, laporan keuangan komprehensif gabungan antara income statement dan balance sheet (pendapatan, pengeluaran,
surplus / defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap), dilaporkan
pada akhir tahun.
l.
Dalam
perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan pada laporan
keuangan dalam 3(tiga) kategori yaitu collectable
debts, doubtful debts, dan
uncollectable debts (Al-Khawarizmi, 1984).
Kesimpulan
Dari sisi
ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba Akuntansi
konvensional lahir dalam lingkup kapitalis sehingga dasar yang digunakan adalah
semata-mata rasio tanpa mempertimbangkan sisi teologis. Sesuai dengan
perkembangannya ternyata hal ini tidak sejalan karena tidak mampu menjawab
kebutuhan moral yang dewasa ini sangat dibutuhkan. Penyajian laporan keuangan
misalnya, dibuat sedemikian rupa agar mencerminkan kebutuhan dan kepentingan
stockholder. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Karl Max bahwa akuntansi
kapitalis hanya merupakan legalisasi kaum kapitalis untuk tetap eksis.
Dalam
perkembangannya akuntansi konvensional mendapat tantangan serius dari akuntansi
islam. Praktik akuntansi sudah sangat lama ada di kalangan bangsa Arab kuno.
Pada jaman Rasulullah saw berdasarkan firman Alloh SWT, Rasulullah berusaha
untuk membersihkan praktik keuangan yang bebas dari unsur riba, monopoli,
perjudian, pemerasan, dan segala praktik yang hanya menguntungkan satu pihak.
Akuntansi
merupakan bagian dari ajaran Islam, penambahan kata islam dalam ilmu akuntansi
bukan karena saat ini label islam sedang laris manis “dijual”. Namun, kata
islam menegaskan pada masyarakat sekuler bahwa ilmu akuntansi islam
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip ketauhidan. Eksistensi akuntansi islam
menegaskan betapa kaya universalitas islam. Islam tidak hanya agama yang
mengatur hubungan individu dengan Alloh SWT, akan tetapi menjelaskan dan
memberi penerangan bagaimana seharusnya manusia menjalani hidupnya di dunia.
Referensi.
-
Akuntansi
Syari’ah : Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Salemba
Empat. Jakarta.
-
Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992
-
Triyuwono,
Iwan dan Moh. As’udi. 2001. Akuntansi
Syari’ah : Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Salemba
Empat. Jakarta
-
Departemen
Agama Republik Indonesia. 1989.
-
Al Qur’an dan Terjemahannya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an.
Jakarta.
-
Harahap
Sofyan Syafri, 2001. Teori Akuntansi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
-
M.
Luthfi Hamidi, 2003, Jejak-Jejak Ekonomi
Syariah, Jakarta: Senayan Abadi
Publishing.
[2] Dapat
dilihat dalam Al-Qur’an surat A-Baqarah :282
[4] Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Akuntansi Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.hal 45
[5]
Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992